News Update :
Topics :

Aqidah Islamiyah

Oase Iman

Khutbah

Tazkiyatunnafsi

Shirah

Gallery Kegiatan


Mukadimah Sirah (bagian ke-1)

30/04/12

MUKADIMAH
Keistimewaan Sejarah Nabi
dakwatuna.com – Dalam sejarah hidup Nabi Muhammad SAW terdapat beberapa keistimewaan, dengan mempelaja­rinya akan merupakan kekayaan rohaniah, pemikiran dan kesejarahan. Keistimewaan itu mengharuskan para agamawan, da’i dan orang-orang yang memper­juangkan perbaikan masyarakat untuk banyak mempelajarinya, karena dan studi itu mereka akan dapat menyampaikan ajaran-ajaran agama dengan menggunakan metode yang mampu memperlihatkan hal-hal yang seyogianya dijadikan pegangan oleh masyarakat, terutama dalam situasi tak menentu. Dengan metode dakwah yang dipetik dan hasil studi tersebut, para da’i akan mampu membuka hati publiknya, sehingga seruannya akan sukses.
Keistimewaan-keistimewaan yang menonjol dalam biografi Nabi Muhammad ini dapat disimpul­kan dalam lima unsur, sebagai berikut:
Pertama
Sejarah hidup Nabi Muhammad paling benar dibandingkan dengan sejarah hidup Nabi-nabi yang lain dan dengan biografi tokoh-tokoh masyarakat yang ada. Sejarah hidup Rasulullah sampai ke tangan kita melalui jalur ilmiah yang paling terpercaya dan pasti, sehingga fakta-fakta dan peristiwa-peristiwanya tidak mungkin diragukan. Dengan metode penyam­paian itu kita mudah mengetahui hal-hal yang dilebih-lebihkan oleh tangan-tangan jahil berkenaan dengan din Nabi, baik yang berupa peristiwa luar biasa maupun fakta-fakta.
Kebenaran yang tak diragukan dalam sejarah hidup Nabi Muhammad ini tidak didapati dalam sejarah hidup Nabi-nabi terdahulu. Sejarah hidup Nabi Musa As. yang sampai kepada kita sekarang, misalnya, sudah dibumbui dan sudah ditambal sulam oleh orang-orang Yahudi. Sementara Taurat yang ada,  tak lagi dapat dijadikan rujukan untuk melihat bagaimana sejarah hidup Nabi Musa yang sebenarnya. Kritikus Barat banyak yang meragukan kebenaran sebagian isi Taurat tersebut, sementara kritikus yang lain justru memastikan sebagian isi kitab ini tidak ditulis pada masa hidup Nabi Musa dan tidak juga pada masa yang belum begitu jauh. Sebaliknya, menurut kritikus-kritikus tersebut banyak di antaranya yang ditulis pada masa yang sudah jauh dari itu dan penulisannya tidak diketahui persis. Hal ini cukup meragukan kita tentang kebenaran sejarah hidup Nabi Musa yang ditulis dalam Taurat. Oleh karena itu tidak ada satu pun sejarah hidup Musa yang dapat dibenarkan oleh kaum Muslimin kecuali sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’an dan Hadits-hadits shahih.  Akan halnya sejarah hidup Nabi Isa As. sama saja. Injil-injil yang mendapat pengakuan resmi Gereja Masehi ditetapkan atau disusun ratusan tahun setelah Nabi Isa wafat. Injil-injil tersebut adalah saduran dari beratus injil yang ada pada masa itu dan penyadurannya pun tanpa dibatasi pedoman ilmiah. Di samping itu,  penamaan Injil-injil menurut nama penulisnya tidak juga didasari metode ilmiah yang meyakinkan, tidak diriwayatkan melalui jalur (sanad) yang berurutan langsung sampai kepada Si penulis, sehingga kritikus-kritikus Barat bertikai tentang siapa sebenarnya nama penulis-penulis injil itu dan di zaman mana mereka hidup.
Jika demikian keraguan mengenai kebenaran sejarah Rasul-rasul pembawa agama-agama yang tersebar di seantero alam, maka sejarah pendiri-pendiri agama dan filsafat yang ratusan juta penganutnya pun tentu lebih diragukan lagi. Taruhlah Budha Gautama dan Kungfutse, sejarah hidup mereka yang diriwayatkan oleh pengikut-pengikutnya tidak digali dari sumber-sumber yang terpercaya secara ilmiah. Sejarah mereka ini hanyalah merupakan hasil formulasi para pendeta tentang kehidupan mereka sendiri, yang diproyeksikan menjadi sejarah pendiri aliran-aliran tersebut. Setiap generasi penerusnya juga menambah dongeng-dongeng ke dalam sejarah dimaksud, sekalipun hal itu tidak masuk akal sehat dan tidak bebas dari fanatisme yang membabi buta. Setelah melihat-seperti di atas, maka nyatalah sejarah hidup Nabi Muhammad SAW merupakan sejarah yang paling terpercaya kebenarannya.
Kedua
Fase-fase sejarah hidup Nabi Muhammad SAW jelas adanya, yakni sejak dari perkawinan ayahnya (Abdullah) dengan ibunya (Aminah) sampai dengan wafatnya. Kita semua mengetahui kelahirannya, masa kanak-kanak dan masa remajanya. kita tahu pekerjaan-pekerjaan  yang dilakukannya pada masa­-masa sebelum menjadi Nabi, perjalanan-perjalanannya ke luar kota Makkah sampai menjadi Nabi. Yang lebih jelas dan terperinci lagi ialah sejarahnya setelah diangkat sebagai Rasul, sehingga dapat diketahui kronologisnya tahun demi tahun. Adalah beralasan jika kritikus-kritikus Barat mengatakan “Muhammad lah satu-satunya Rasul yang dilahirkan dalam riwayat hidup yang jelas.”
Tidak kita dapati sejarah Rasul-rasul terdahulu yang sama atau hampir sama jelasnya dengan sejarah Nabi Muhammad SAW. Biografi Nabi Musa dan Isa misalnya sedikit sekali yang dapat diketahui.
Ketiga
Sejarah Nabi Muhammad SAW merupakan lukisan sejarah seorang manusia biasa yang menda­pat keistimewaan berupa kerasulan, sehingga tidak keluar dari kemanusiaannya tidak dibumbui dengan dongeng-dongeng dan tidak pula diberi atribut­-atribut ketuhanan sedikit pun. Jika dibandingkan dengan sejarah Nabi Isa As. yang disusun oleh orang-orang Masehi atau dengan sejarah Budha dan lain sebagainya, maka tampak jelas bedanya. Apa-apa yang diriwayatkan tentang mereka itu amat besar pengaruhnya terhadap sikap atau tingkah laku individual dan sosial para pengikutnya. Pemberian atribut-atribut kepada Nabi Isa dan Budha ternyata membuat kedua tokoh ini tidak mungkin dijadikan contoh teladan oleh manusia lain, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosialnya. Nabi Muhammad adalah sebaliknya, karena tidak diberi atribut ketuhanan dapatlah beliau dijadikan contoh oleh siapa pun. Inilah yang dinyatakan oleh ayat:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir dan banyak berdzikir.” (Q.S. Al-Ahzab: 21)
Keempat
Sejarah hidup Rasulullah mencakup semua segi kemanusiaan. Sejarahnya semasa belum menjadi Rasul, merupakan sejarah seorang pemuda yang lurus. Sejarah seorang Rasul mengajak ke jalan Allah dengan metode yang dapat diterima dan mencurahkan seluruh kemampuan yang ada padanya guna menyampaikan risalah. Sejarah hidup Nabi mengisahkan  dirinya sebagai kepala negara yang berhasil meletakkan setepat-tepat dan sebagus-bagus sistem kenegaraan, mengawasinya dengan sigap, tulus dan jujur. Sejarah Rasulullah melukiskan beliau sebagai seorang suami dan seorang ayah yang penuh kasih sayang, ramah dan pandai membedakan mana hak dan mana kewajiban masing-masing anggota keluarga, sebagai  seorang pendidik dan pembimbing yang menuntun sahabat-sahabatnya dengan pendidikan yang patut ditiru sebagai jalan menanamkan semangatnya ke dalam jiwa mereka, hingga mengi­kuti teladannya, baik dalam soal kecil maupun dalam soal besar. Sejarah Nabi SAW juga mengisahkan dirinya sebagai seorang Rasul yang benar, melaksa­nakan keharusan-keharusan dalam persahabatan yang berupa kewajiban maupun tata tertibnya, sehingga sahabat-sahabat tersebut sangat menya­yanginya seperti menyayangi diri sendiri, bahkan lebih sayang ketimbang terhadap keluarga dan sanak family. Sejarah hidup Nabi Muhammad juga menceritakan beliau sebagai seorang ahli perang yang perkasa, sebagai panglima yang unggul, sebagai politikus yang sukses, sebagai seorang tetangga yang terpercaya dan seorang yang selalu menepati janji.
Pendeknya, sejarah Rasulullah SAW benar-benar merupakan sejarah yang mencakup semua segi manusiawi yang terdapat dalam masyarakat. Inilah yang membuatnya menjadi teladan yang baik untuk setiap da’i, panglima, ayah, suami, pendidik, politisi, negarawan dan seterusnya.
Kelengkapan serupa atau hampir serupa dengan kelengkapan sejarah Nabi Muhammad SAW tidak pernah dijumpai dalam biografi Rasul-rasul terdahulu. Nabi Musa As. misalnya hanya merupakan pemimpin yang berhasil membebaskan umatnya dan perbu­dakan, kemudian berhasil meletakkan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip kemasyarakatan yang berguna. Tetapi dalam sejarahnya tidak ada sesuatu yang membuat beliau pantas dijadikan contoh oleh tentara, oleh para pendidik, politikus-politikus, kepala-kepala negara, oleh bapak atau oleh suami-suami. Sejarah Nabi Isa hanya menggambarkan beliau sebagai da’i yang zuhud (tidak mementingkan dunia). Beliau tidak punya harta, rumah dan kekayaan lainnya. Sejarah Nabi Isa seperti yang dipahami oleh orang­-orang Kristen sama sekali tidak menggambarkan beliau sebagai seorang panglima perang atau sebagai kepala negara, tidak pula tergambarkan beliau sebagai seorang ayah, seorang suami, atau seorang yang berani. Ketidaklengkapan ini juga ditemui dalam sejarah hidup Büdha, Kungfutse, Aristoteles, Plato, dan orang-orang bersejarah lainnya. Mereka ini tidak menjadi suri teladan. Kalaupun ada, hanya dalam segi tertentu saja. Satu-satunya manusia bersejarah yang pantas dijadikan teladan dalam semua segi kehidupan adalah Muhammad SAW.
Kelima
Sejarah Nabi Muhammad SAW yang lengkap itu sendiri merupakan bukti kebenaran risalah dan kerasulannya. Sejarah beliau merupakan sejarah insan kamil 1) yang melaksanakan dakwahnya setapak demi setapak. Tidak dengan menggunakan mukjizat atau hal-hal yang luar biasa, tetapi justru dengan cara dan jalan biasa. Dalam melaksanakan dakwahnya beliau sering diganggu atau disakiti, dan dakwah beliau memperoleh pengikut setia dan jika tidak dapat mengelak dan terjadinya peperangan, maka beliau pun berperang. Beliau bertindak bijaksana dan simpatik. Sampai saat wafatnya dakwah beliau telah meratai anak benua Arab, tidak dengan menggunakan cara-cara kekuasaan, akan tetapi meng­gunakan cara ihsan. Siapa saja yang paham benar adat keyakinan orang-orang Arab pada waktu itu, mengetahui betul bagaimana kerasnya tantangan yang mereka berikan, mengerti benar tidak seimbangnya kekuatan pihak Nabi dibanding dengan kekuatan lawan, mengetahui singkatnya waktu yang dihabiskan dalam tugas kerasulannya, pastilah orang itu yakin akan kebenaran kerasulan beliau. Allah Swt. memberikan ketetapan hati, kekuatan jiwa, keluasan pengaruh dan kemenangan kepada Muhammad SAW tidak lain hanya karena dia benar-benar seorang Nabi yang benar. Tidak mungkin Allah akan memberikan kualitas-kualitas seperti itu, kalau dia seorang yang dusta. Sejarah hidup Rasulullah SAW benar-benar membuat kita yakin terhadap kebenaran risalahnya. Kita meyakini­nya hanyalah karena cocok dengan akal pikiran, bukan karena mukjizat. Iman bangsa Arab kepada kebenaran risalahnya tidak pertama-tama didasari oleh adanya mukjizat yang keluar. Tak satu mukjizat Nabi pun yang menjadi sebab berimannya orang-­orang kafir yang degil itu. Sebab suatu mukjizat material tentu hanya bernilai bagi orang-orang yang menyaksikannya, sedangkan iman orang-orang yang tidak menyaksikan seperti kita sekarang semata-­mata berdasarkan pengakuan dan pembenaran secara akal atas kebenaran risalahnya. Al-Qur’an yang merupakan mukjizat akli itu pasti menggoda setiap orang yang berakal dan berkeinsyafan untuk percaya kepada risalah Muhammad SAW.
Tak pelak lagi hal ini pun membedakan sejarah Nabi Muhammad dengan Nabi-nabi sebelumnya. Percayanya umat Nabi terdahulu kepadanya hanya karena menyaksikan keluarbiasaan yang dibawa, bukan karena pertimbangan akal sehat dan pema­hamannya tentang prinsip-prinsip ajarannya. Nabi Isa As. adalah contoh dalam hal ini. Allah mence­ritakan dalam Al-Qur’an, senjata yang diberikan Allah kepada beliau guna meyakinkan orang Yahudi ialah mukjizat. Yaitu dapat menyembuhkan penyakit bisu dan belang, dapat menghidupkan orang yang sudah mati, dapat menurunkan langsung makanan berlimpah ruah dari langit.
Apa yang kita katakan tadi ternyata dibenarkan oleh Injil-injil yang ada, mukjizat-mukjizat mate­riallah satu-satunya sebab berimannya sekelompok orang kepada Nabi Isa. Betapa bedanya antara keterangan Injil dan Qur’an tentang sebab-sebab berimannya umat Nabi Isa. Kalau Al-Qur’an menya­takan sebab dimaksud ialah kebenaran kerasulan Isa, maka Injil-injil yang ada kini menyatakan karena keluarbiasaannya, bahkan beliau dianggap pula sebagai Tuhan atau Anak Tuhan. Setelah wafatnya Nabi Isa, agama Masehi tersebar karena hal-hal yang luar biasa. Agama Masehi benar-benar didasar­kan kepada mukjizat. Demikian menurut keterangan-­keterangan yang dapat dibaca dalam Injil-injil yang ada sekarang.
Jika dibandingkan dengan sejarah Nabi Muham­mad, maka nyata benar bedanya, kalau umat Nabi Isa beriman karena mukjizat, maka umat Nabi Muhammad beriman karena memang ajarannya bisa diterima oleh akal sehat. Adanya mukjizat Nabi Muhammad tidak lain merupakan bukti keagungan­nya, untuk mematahkan alasan-alasan orang-orang yang ingkar lagi keras kepala. Orang yang meneliti Al-Qur’an akan menemukan, metode yang dipakai guna meyakinkan setiap pembacanya adalah metode akli dan fakta-fakta nyata mengenai keagungan ciptaan Allah. Memahami kemukminan Rasulullah SAW akan menjadi bukti dan kebenaran kerasulan Muhammad.
Firman Allah
وَقَالُوا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ ءَايَاتٌ مِنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّمَا الْآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan mereka berkata: mengapa tidak diturunkan baginya mukjizat-mukjizat dan Tuhannya? Katakan, sesungguhnya mukjizat itu adalah kuasa Allah dan aku hanyalah pemberi peringatan yang nyata. Apakah mereka tidak merasa cukup, telah kami turunkan kitab yang dibacakan kepada mereka. Sesungguhnya di dalamnya terdapat rahmat dan peringatan bagi kaum yang beriman.” (QS. Al-Ankabut: 50-51)
Ketika orang-orang Quraisy mendesak agar Nabi Muhammad memperlihatkan mukjizat, maka Allah menyuruh beliau menjawab seperti dalam ayat berikut
وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعًا
أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْأَنْهَارَ خِلَالَهَا تَفْجِيرًا
أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ قَبِيلًا
أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا
“Dan mereka berkata: kami tidak akan percaya kepadamu sehingga engkau pancarkan untuk kami mata air dan bumi. Atau engkau memiliki kebun korma dan anggur dan di celah-celahnya ada sungai yang mengalir. Atau engkau gugurkan langit berkeping-keping seperti yang engkau katakan. Atau engkau hadapkan Allah Dan Malaikat kepada kami. Atau engkau memiliki sebuah rumah dan emas dan engkau naik ke langit. Dan kami tidak akan percaya dengan kenaikanmu itu sebelum engkau turun membawa kitab yang dapat kami baca. Katakan, Maha Suci Allah Tuhanku aku ini adalah seorang manusia yang diutus.” (QS. Al-Isra’: 90-93)
Demikian jelasnya Al-Qur’an menyatakan Muhammad adalah manusia yang diutus tidak didasarkan kepada hal-hal yang luar biasa atau mukjizat, tetapi diarahkan kepada pertimbangan akal dan hati nurani.
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Siapa saja yang dikehendaki Allah untuk beriman, maka akan dilapangkan dadanya untuk menerima Islam.” (QS. Al-An’am: 125)
– Bersambung

Saling Memahami Dasar Toleransi

Malam cerah bertabur bintang. Di bawah temaram cahaya purnama yang hampir sempurna, beberapa mahasiswa dengan membawa poster dan beberapa perlengkapan lainnya, berjalan menuju gedung Humanity and Social Sciences. Ya. Malam ini University of Reading kedatangan dosen muda dari University of Chicago yang akan memberikan public lecture.
Temanya cukup provocative, “Muhammad: Oppressor or Liberator of Women?”. Ruang kuliah sudah penuh saat saya datang. Bukan hanya oleh mahasiswa muslim di University of Reading tapi juga oleh mahasiswa & mahasiswa non muslim. Bahkan ada diantara mereka yang membawa Bible sebagai tanda kesiapan untuk berdebat.
Menurut teman-teman, di University ini diskusi sudah demikian membudaya, termasuk mendiskusikan agama di ruang public sudah menjadi hal biasa. Dengan semangat menjelaskan dan bukan memaksa, setiap sebulan sekali Muslim Society di universitas ini mengadakan exhibition di lapangan untuk mengenalkan Islam atau menjelaskan Islam pada civitas akademika. Dengan membuka dialog seperti ini, mispersepsi terhadap islam bisa dijelaskan, dan hubungan antara Islam dan non islam menjadi sangat cair.
Terkadang, kita dengan alasan “khawatir tersinggung” merasa enggan untuk menyampaikan Islam kepada teman-teman kita. Toleransi berarti “diam” dalam masalah agama, tidak perlu ada yang dibicarakan karena agama dianggap “sensitif”. Padahal justru sebaliknya, toleransi harus dibangun atas dasar saling faham, karena itulah menjelaskan tentang Islam menjadi suatu keharusan untuk meminimalisir kesalahfahaman.
Mungkin kita pernah mengalami saat bertamu ke rumah teman yang bukan muslim, teman kita menyediakan makanan yang kita yakin tidak halal. Lalu kita tidak memakannya, apa yang terjadi?. Bisa jadi teman kita menjadi kikuk, dan mungkin juga tersinggung, karena kita dianggap tidak menghormati teman kita.
Kalau sejak awal kita sudah menjelaskan tentang makanan halal dimana berdasarkan agama yang kita anut kita wajib memakan makanan yang halal, maka insyaAllah orangpun akan faham dan akan menghormati kita. Sama seperti kita menghormati teman india kita yang vegetarian atau teman kita yang alergi makanan tertentu, tentu kita tidak akan memberikan mereka makanan yang tidak bisa mereka makan. Sikap saling menghormati justru lahir karena adanya saling faham dan saling faham terbentuk dengan adanya dialog.
Banyak hal tentang islam ini yang masih menimbulkan kesalahfahaman bagi sebagain orang karena kurangnya penjelasan yang benar dan memadai. Tentang konsep jihad yang disamakan dengan anarkisme dan terorisme, tentang jilbab yang dianggap symbol perbudakan, tentang sholat lima waktu yang dianggap menyebabkan waktu kerja terganggu, tentang makanan halal yang dianggap sebagai bentuk ekslusifisme, dan lain sebagainya.
Mispersepsi tentang konsep-konsep Islam boleh jadi terjadi karena ada fihak tertentu yang sengaja mebentuknya, tapi boleh jadi juga karena potret sebagian realitas yang bisa dinilai demikian. Untuk itulah dialog dan penjelasan meski dilakukan. Tidak usah malu untuk menjelaskan Islam, tidak usah takut orang lain akan tersinggung, karena justru kita ingin membangun toleransi yang benar. Toleransi yang didasarkan atas kesalingfahaman, bukan toleransi “diem-dieman”. Wallahu`alam.

*) Oleh : Mukhamad Najib, Mahasiswa Program Doktoral Universitas Tokyo
*) Sumber  : www.eramuslim.com

Peran Masjid dalam Kehidupan

إن الحمد لله وحده, نحمده و نستعينه و نستغفره ونتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فهو المهتد ومن يضلله فلن تجد له وليا مرشدا, أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح للأمة وتركنا على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها الا هلك, اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن دعا بدعوته الى يوم الدين. أما بعد, فيا عباد الله اوصيكم ونفسي الخاطئة المذنبة بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون. وقال الله تعالى في محكم التنزيل بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (ال عمران : 102)
Kaum Muslimin rahimakumullah
Pertama-tama, marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita mengalami peningkatan dan perbaikan…
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad saw). Wahai orang-orang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad saw)." (QS. Al-Ahzab [33] : 56)
Kaum Muslimin rahimakumullah
Ada tiga hal yang menjadi pilar kehidupan umat Islam. Al-Qur’an, Sunnah Rasul saw. dan Masjid. Ketiga pilar ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Bila ketiga pilar tersebut tegak dengan baik dan kokoh dalam kehidupan umat Islam, maka mereka eksis dan berjaya dalam kehidupan dunia dan sukses pula di akhirat, sebagaimana yang kita saksikan sepanjang sejarah umat Islam selama 13 abad lamanya. Bila ketiga hal tersebut, atau salah satu di antaranya tidak berperan dalam kehidupan nyata umat Islam, maka eksistensi mereka tidak dirasakan dan kejayaan mereka lenyap di atas bumi, seperti yang kita saksikan satu abab belakangan. Dan azab Allah di akhirat jauh lebih dahsyat.
Allah sebagai Pencipta dan Penguasa tunggal alam ini telah merancang Al-Qur’an sebagai mainstream kehidupan manusia, khususnya umat Islam. Sebab itu, Al-Qur’an Allah namakan dengan “the way of life” (QS. 1:2), “cahaya”, (QS. 5:15), “nyawa/spirit” (QS. 42:52) dan “pelajaran”, “obat” dan “petunjuk hidup” (QS. 10:57). Sunnah Rasul saw. sebagai penjelas dan perinci nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an, (QS. 16:44). Sedangkan Masjid sebagai sekolah dan sekaligus laboratorium praktikum nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah Rasul saw. Tanpa ketiga unsur tersebut, umat Islam hari ini dan yang akan datang, tidak akan pernah eksis dan maju sebagaimana yang dicapai oleh umat Islam selama lebih kurang 13 abad lamanya.
Kaum Muslimin rahimakumullah
Dari uraian singkat diatas, dapat disimpulkan, umat Islam tidak mungkin dapat lepas dan dipisahkan dari Masjid. Karena Msjid itu satu-satunya wadah yang memiliki peran yang amat besar dan holistik dalam melahirkan pribadi-pribadi dan jama’ah yang berkualitas dan profesional. Sebab itu, Masjid menjadi kebutuhan hidup umat Islam, sejak mereka lahir, sampai mati, yakni saat sebelum mereka dihantarkan ke liang kubur, merekapun dishalatkan di dalam masjid.
Dalam Al-Qur’an terdapat kata Masjidil Haram sebanyak 14 kali, Masjid Aqsha satu kali, dalam bentuk plural (Masajid) 4 kali dan kata Bait (rumah) satu kali dan plural (Buyut) satu kali. Hal ini menunjukkan betapa besarnya peran Masjid yang Allah rancang untuk keberhasilan hidup kaum Muslimin. Di antara peran Masjid yang utama ialah:
1. Sebagai Universitas Kehidupan.
Masjid adalah universitas kehidupan. Di dalamnya dipelajari semua cabang ilmu pengetahuan, sejak dari masalah keimanan, ibadah, syari’ah (sistem hidup Islam), akhlak, jihad (perang), politik, ekonomi, budaya, manajemen, media massa dan sebagainya. Begitulah cara Rasul saw. memanfaatkan Masjid sebagai universitas kehidupan. Tak ada satupun masalah hidup yang tidak dijelaskan Rasul Saw. di dalam Masjid Nabawi yang Beliau bangun bersama para Sahabatnya setelah Masjid Quba’. Sejarah membuktikan, Rsul saw. tidak punya lembaga pendidikan formal selain Masjid. Rasul saw, menjelaskan dan meyelesaikan semua persoalan umat di Masjid, termasuk konflik rumah tangga, metode pendidkan anak dan sebagainya.
2. Sebagai Wadah Penanaman, Pembinaan dan Peningkatan Keimanan.
Masjid adalah wadah paling utama dalam penanaman, pembinaan dan peningkatan keimanan, karena Allah tidak menjadikan tempat lain semulia Masjid. Bahkan Allah menegaskan Masjid itu adalah rumah-Nya di muka bumi, (QS. 3:96). Sebab, Masjid itu adalah milik-Nya. Penanaman dan pembinaan keimanan harus dimulai dan dilakukan di dalamnya, (QS. 72:18). Orang yang berada di masjid adalah tamu Allah. Alangkah mulianya seorang Mukmin yang menjadi tamu Yang Maha Mulia. Maka tidak heran jika Rasul saw. lebih banyak waktunya di Masjid jika tidak ada keperluan berdakwah dan berjihad, bahkan di sepuluh terakhir Ramadhan Beliau I’tikaf penuh di dalamya.
Sebab itu, tidaklah heran jika Rasul saw. mewajibkan umat Islam setiap hari ke Masjid, khususnya kaum lelaki, untuk menunaikan shalat fardhu 5 kali sehari berjamaah dan bahkan berdiam diri di Masjid adalah ibadah yang akan menambah kekuatan dan kelezatan iman, apalagi melakukan ibadah-ibadah besar lainnya, seperti mempelajari Al-Qur’an, berzikir pada Allah dan sebagainya.
3. Sebagai Wadah Pengembangan dan Manajemen Diri.
Masjid juga berfungsi sebagai wadah pengembangan dan manajemen diri, karena di masjid dilakukan berbagai aktivitas ibadah dan dihadiri oleh kaum Muslim dari berbagai profesi, keahlian dan status sosial. Yang kaya, yang miskin, berpangkat dan sebagainya berkumpul di Masjid dalam satu komunitas bernaam “Jama’ah Msjid’ dengan satu tujuan, yakni ridha Allah Ta’ala. Semuanya diikat dan dilatih dengan ibadah, khususnya ibadah shalat fardhu yang sangat disiplin dan rapih. Sebab itu, kalaulah interaksi Jama’ah Masjid dimenej dengan baik, pasti akan memberikan banyak manfaat kepada jama’ahnya dalam pengembangan dan manjemen diri.
4. Sebagai Wadah Penyucian dan Pengobatan Jiwa.
Masjid adalah tempat yang paling ideal dan praktis untuk menyucikan diri, (QS. 9:108). Di masjidlah kita belajar dan mempraktekkan khusyu’ dan ikhlas beribadah, tsiqah billah (percaya penuh pada Allah), husnuzh-zhan billah (berbaik sangka pada Allah), takut azab Allah, berharap rahmat Allah, kasih sayang sesama umat Islam dan tegas pada kuam kafir. Di masjid juga kita belajar dan mepraktekkan kebersihan diri, lahir dan batin, disiplin, teratur, tawadhu’ (rendah hati), besegera dalam kebaikan, membersihkan hati dari penyakit syirik, riya’, sombong, kikir, materialisme (cinta dunia), zikrullah dan akhirat dan berbagai sifat lainnya.
5. Sebagai Wadah Sosial (Public Services).
Sebagai pusat utama ibadah dan pergerakan umat, maka Masjid juga sangat terasa perannya dalam pelayanan sosial (public services). Untuk itu, setiap Masjid selayaknya memiliki data base jama’ahnya dan masyarakat sekitarnya, sehingga diketahui potensi ekonomi yang ada dalam jama’anya dan potensi social welfare yang wajib diperhatikan. Pelayanan sosial tersebut dapat berupa pengumpulan dan penyaluran zakat dan infak, pelayanan kesehatan, beasiswa, pembinan life skill dan sebagainya, kepada kaum Miskin dari kalangan jama’ah Masjid dan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, upaya penanggulangan kebodohan dan kemiskinan dapat berjalan efektif karena akan terjadi efisiensi dan efektifitas yang luar biasa jika dibandingkan lembaga-lembaga sosial selain Masjid.
6. Sebagai Wadah Manajemen Ekonomi Umat.
Masjid juga berfungsi sebagai wadah berkumpulnya para jama’ah yang memiliki kelebihan ilmu dan harta. Sebab itu, Masjid juga harus berfungsi sebagai pusat perencanaan dan manajemen pengembangan ekonomi dan bisnis umat. Jika kita perhatikan Masjid-Masjid besar dan bersejarah di dunia Islam, khususnya, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, berdiri di sekitarnya pasar-pasar raksasa yang menyebabkan ekonomi kawasannya hidup dan berkembang. Demikian pula Masjid-Masjid lainnya seperti Masjid Jami’ Az-Zaitun di Tunisia, Masjid jami’ Umawi di Damaskus Suriah yang berusia lebih dari 1000 tahun.
7. Sebagai Wadah Perajut dan Penguatan Ukhuwwah Islamiyah.
Sebagai tempat ibadah, menuntut ilmu dan berbagai kegiatan lainnya, selayaknyalah Masjid berfungsi sebagai wadah penyemaian dan perawatan ukhuwwah Islamiyah di antara para jama’ahnya dan umat Islam lainnya. Syaratnya, semua jama’ah harus diikat dan tunduk hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan mencontoh kehidupan para Sahabat Beliau. Lepaskan semua baju organisasi dan partai, maka Masjid akan berfungsi sebagai wadah ukhuwwah. Kalau tidak, Masjid hanya akan menjadi ajang perebutan kekuasaan kepengurusan dan aktivitasnya. Kalau nuansa tersebut dibiarkan sehingga berkembang dan dominan, tak mustahil bisa terjerumus ke dalam praktek Masjid Dhirar (Masjid kaum munafik yang didirikan untuk memecah belah umat Islam).
8. Sebagai Wadah Keselamatan Hari Kiamat dan Jalan Membangun Rumah di Surga.
Masjid bukan hanya berfungsi kebaikan di dunia, tapi juga jalan keselamatan di hari kiamat nanti dan jalan pembangunan rumah kaum Muslimin di syurga. Rasul Saw. bersabada :
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
"Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari (kiamat) yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Imam yang adil, pemuda yang dibesarkan dalam ibadah kepada Allah, seseorang yang hatinya terpaut dengan Masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, bersama dan berpisah karena Allah, seseorang yang diajak berbuat serong wanita terhormat dan cantik, lalu ia menolaknya dan berkata : Tidak, aku takut pada Allah, seseorang yang besedekah lalu ia sembunyikan dan apa yang diinfakkan tangan kanannya tidak diketahui tangan kirinya dan seseorang yang berzikir pada Allah dengan sembunyi, lalu mengucur airmatanya (karena takut pada-Nya)." (HR. Imam Muslim)
Dalam hadits lain Rasul saw. bersabda:
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ وَفِي رِوَايَةِ هَارُونَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
"Siapa yang membangun masjid hanya mencari ridha Allah, maka Allah akan bangunkan baginya bangunan yang sama di syurga. Dalam riwayat Harun : Allah bangunkan baginya rumah di Surga."(HR. Imam Muslim)
Kaum Muslimin rahimakumullah
Semua kita ingin iman, ibadah dan amal shaleh meningkat dan berkualitas. Semua kita ingin menjadikan Masjid sebagai wadah iman, ibadah dan amal shaleh. Semua kita ingin selamat pada hari kiamat dan ingin memiliki rumah di syurga. Sebab itu, mari kita renungkan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 18 berikut agar terpenuhi kriteria dan syaratnya :
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
"Sesungguhnya yang memakamurkan Masjid-Masjid Allah itu adalah orang yang beriman pada Allah dan hari akhirat, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Mereka pasti dari golongan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah." (QS. At-Taubah [9] : 18)
Semoga kita termasuk diantara mereka. Amin.
Demikianlah khutbah hari ini, semoga Allah membantu dan menolong kita dalam mewujudkan peran masjid dalam kehidupan sesuai tuntunan Rasul kita Muhammad saw. dan para Shabatnya. Semoga Allah pilih kita menjadi orang-orang yang mencitai Masjid dan dan hati kita terpaut padanya. Semoga Allah berkenan menghimpunkan kita di syurga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Saw, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini. Allahumma aamiin…
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم إنه تعالى جواد كريم ملك رؤوف رحيم إنه هو السميع العليم ......

*)  oleh       : Fathuddin Jafar
*) Sumber  : www.eramuslim.com

Keutamaan Empat Kalimat

27/04/12

Rodhiitubillahi Robbaa, Wabil Islami Diinaa, Wa bimuhammad nabiyya wa rasulla, wa bil qurani imaamaa wa hukmaa, robbii zidnii 'ilmaa war zuqnii fahmaa...
Alhamdulillahi alaa kulli haal...
Karunia besar ALLOH SWT yang sudah terlimpah kepada kita semua.
Dzikir adalah ibadah yang sangat mulia. Di antara fadilahnya adalah bisa lebih menenangkan jiwa. Fadilah lainnya pun amat banyak. Di antara dzikir yang bisa dirutinkan setiap saat, dibaca agar lisan terus basah dengan dzikrullah adalah empat kalimat mulia, yaitu (1) subhanallah, (2) alhamdulillah, (3) laa ilaha illallah, (4) Allahu akbar”.

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى اللَّهِ أَرْبَعٌ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ. لاَ يَضُرُّكَ بَأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ.
Dari Samuroh bin Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Ada empat ucapan yang paling disukai oleh Allah: (1) Subhanallah, (2) Alhamdulillah, (3) Laa ilaaha illallah, dan (4) Allahu Akbar. Tidak berdosa bagimu dengan mana saja kamu memulai” (HR. Muslim no. 2137).
 Itulah sepenggal kajian JUMAT SEHAT tadi pagi yang di sampaikan ust Dhanie Asy-Syakib.
Acara rutin yang diadakan oleh Takmir Masjid Al Ikhlas Kuden dalam 2 tahun terakhir ini sangat dirindukan oleh jamaah masjid, terbukti yang hadir di majelis ilmu tersebut cukup banyak, meskipun diwaktu shubuh. Para manula, remaja bahkan anak-anak pun andil dalam  agenda unggulan Masjid al ikhlas tersebut. Terlebih selain siraman qolbu, juga ada siraman ke perut alias sarapan pagi, dengan kue, bubur bahkan dengan nasi...subhanalloh walhamdulillah walaa ilahaillalloh wallohuakbar.
(Admin)

Bersyukurlah!

"Bila kamu bersyukur maka Aku pasti menambahkan (nikmat). Tapi bila kamu mengingkarinya (kufur nikmat), maka azabKu sangat pedih." (Al Qur'an, surat Ibrahim).
Rasululullah saw berpesan bahwa mereka yang mensyukuri sedikit akan mensyukuri yang banyak. "Lihatlah yang dibawahmu, jangan lihat yang di atasmu ('masalah dunia')", sabda Rasulullah.
Kata syukur memang mudah diucapkan tapi sulit dilakukan. Tidak banyak orang yang mau mensyukuri hidupnya --keluarganya, rumahnya, kendaraannya dan lain-lain. Kebanyakan manusia iri hati atau panas jiwanya ketika melihat orang lain lebih kaya, lebih tinggi jabatannya, lebih mewah rumahnya, lebih mentereng mobilnya dan lain-lain. Jarang manusia yang bisa mengerem syahwat dunia ini.
Termasuk mensyukuri kondisi tubuhnya. Para wanita biasanya --lelaki juga tidak sedikit yang demikian-- bila melihat wanita lain yang lebih cantik atau lebih indah tubuhnya dari dirinya, biasanya iri hati atau minder. Mereka suka bergosip tentang hal-hal yang berkaitan dengan tubuh ini.

Tentu hal yang wajar bila wanita ingin tampil cantik, punya tubuh indah dan lain-lain. Mungkin naluri wanita begitu. Karena saya tidak pernah jadi wanita jadi bisa persis merasakannya he he he. Tapi keinginan hal-hal fisik itu seringkali mengalahkan akalnya. Hingga mereka --kadang-kadang laki-laki juga-- melakukan bedah plastik ke muda, payudara, pinggul dan lain-lain. Jadi mereka mengukurkan kepercayaan dirinya pada hal-hal fisik, bukan pada akalnya. Bukan pada pemikiran yang diyakininya.

Faham kapitalis (termasuk femisnisme), memang mengondisikan wanita khawatir berlebihan terhadap fisiknya. Feminisme yang seolah-olah mengangkat derajat perempuan dengan faham emansipasinya, sejujurnya juga telah meletakkan perempuan pada posisi yang sangat rendah. Kaum feminis tidak mengharamkan miss universe, perzinahan dan pameran-pameran tubuh perempuan. Kaum feminis selalu menginginkan kesamaan derajat pada semua bidang dengan laki-laki. Baik dalam bidang politik, budaya, ekonomi, keamanan (ya atau nggak ya) dan lain-lain. Feminis ekstrim karena nafsu 'bencinya yang tinggi kepada laki-laki' bahkan mengharamkan keluarga, membolehkan homoseksual dan kerusakan-kerusakan model hubungan badan laki-laki perempuan lainnya. Maka jangan heran sewaktu UU Pornografi dan Pornoaksi mau disahkan DPR, kaum feminis di Indonesia 'paling lantang' menyerangnya.

Begitulah orang yang menyalahi kodratnya sebagai manusia. Mereka tidak bersyukur menjadi manusia apakah laki-laki atau perempuan. Bila rasa syukur didahulukan, maka perempuan dan laki-laki akan bekerjasama erat bagaimana membangun diri mereka, mulai dari individu, keluarga, masyarakat bahkan negara. Tapi kalau nafsu irihatinya didulukan, maka yang terjadi adalah saling menjatuhkan. Simbiosis parasitisme bukan simbiosis mutualisme. Dan celakanya he he dalam sejarah pertarungan 'genderisme' ini, wanita yang banyak dieksploitasi oleh laki-laki. Meski dalam kehidupan politik atau keluarga kadangkala wanita lebih merajai dari laki-laki di rumahnya (nggak semuanya lho). Beberapa tokoh politik penting di negeri ini, kabarnya begitu. Si istri lebih berkuasa daripada sang suami. Maka ada sinetron Laki-Laki Takut Sama Istri.

Maka sebagai perempuan atau laki-laki, kita mesti bersyukur masih punya mata (yang masih punya), masih punya telinga, punya tangan, kaki dan terutama otak yang sehat. Bayangkan kalau kita buta, bisu atau tuli betapa susahnya hidup kita. Karena itu pesan Rasulullah saw dalam masalah ini, untuk selalu melihat yang lebih bawah dari kita, harus senantiasa kita camkan dan pegang erat-erat dalam jiwa kita , sehingga nafsu berbahaya iri hati ini bisa kita hilangkan. Ketika nafsu ini timbul, selekasnya kita istighfar atau menyebut asma Allah (berdzikir). Karena selain nafsu iri hati suka membisiki telinga kita, syetan juga suka meniup-niup otak kita untuk berbuat kerusakan.

Bila kita mensyukuri kepada Allah SWT, atas nikmat-nikmatnya yang diberikan pada tubuh kita, insya Allah hidup kita akan bahagia. Tenang wajah tidak setampan Richard Gere. Tenang muka tidak secantik Angelina Jolie dan seterusnya.

Cara bersyukur adalah dengan banyak ibadah kepada Allah SWT, dengan banyak shalat, membaca Al Qur'an (dan memahami makna-maknanya), mencari ilmu dan lain-lain. Atau memperbanyak kegiatan-kegiatan muamalat dengan manusia, seperti membantu orang miskin, mengajarkan kelebihan ilmu yang dimiliki, menolong orang lain yang kesusahan dan lain-lain. Bila hidup kita fokus kepada hal-hal ini --ibadah dan amal shaleh--, maka kita tidak khawatir terhadap kondisi tubuh. Mau tinggi, mau pendek, mau gembrot, mau kurus, mau cantik, mau biasa saja dan lain-lain.

Dan manusia, bila kita banyak bergaul dengan mereka, maka kita akan merasakan bila kita bergaul dengan orang yang bagus perilakunya. Enak diajak ngomong, hormat pada lawan bicara dan lain-lain. Ketika kita ngobrol dengan orang, maka kita tidak peduli apakah ia tampan atau jelek, apakah ia cantik atau tidak dan seterusnya. Meski pertamanya mungkin saja orang akan senang dengan ketampanan dan kecantikan, tapi berikutnya orang tidak peduli dengan semua itu. Untuk apa cantik kalau diajak ngomong nggak nyambung misalnya. Untuk apa tampan kalau diajak ngobrol diam saja dan seterusnya (tentu anda akan ngomong yang paling enak ngobrol dengan orang tampan dan gadis cantik yang nyambung diajak ngobrol he he he).

Kalau sudah begini itu namanya takdir. Takdir Richard Gere atau Jolie, tampan atau cantik karena lahir dari orang tua yang tampan dan cantik. Mereka tidak pernah bisa memilih lahir tampan, cantik atau biasa saja. Maka jangan lombakan hal-hal yang berkenaan dengan takdir yang 'tidak bisa diubah'. Kasihan banyak orang lain akan irihati atau minder.

Dan itulah pentingnya iman kepada takdir. Qadha' (keputusan-keputusan dari Allah SWT yang manusia tidak ikut campur dengannya) dan Qadar (khasiyat atau ciri khas masing benda atau tubuh manusia. Seperti api membakar, telinga mendengar bukan melihat, otak untuk berfikir dll) kepada Allah SWT. Rukun iman keenam ini. Kita lahir di Indonesia, dua artis itu lahir di Amerika (?) itu takdir. Kita tidak pernah bisa memilih lahir dimana dan siapa orang tua kita.

Dalam masalah takdir, maka manusia tidak dikenakan pahala dan dosa. Karena ia tidak bisa memilihnya. Dosa dan pahala dikenakan pada kita, pada bidang-bidang yang kita bisa memilihnya. Misalnya hari ini kita mau minum alkohol atau sprite, mau mencuri atau sedekah, mau shalat atau tidur, mau membunuh atau memijat, mau menyanyi atau menggosip (menebar fotnah) dan seterusnya.

"Maka Aku Ilhamkan jalan kekejian (fujur) dan taqwa. Sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya dan sungguh merugi orang yang mengotori dirinya." Wallaahu ghafuurur rahiim.

*) Oleh  : (Nuim Hidayat)
*) Sumber : www.eramuslim.com

Senyum Rasulullah

Rasulullah adalah orang yang paling fasih berbicara dan paling indah perkataannya. Beliau berkata, "Aku adalah orang arab yang paling fasih". Para penghuni surga berbicara dengan bahasa yang digunakan nabi, yaitu bahasa Arab. Perkataanya mengandung makna luas namun penggalan katanya tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan. Yang mendengarkannya dapat memahami dan menghafal dengan mudah karena antara kata yang satu dengan yang lainnya terkait.
Beliau tidak berbicara, baik saat senang maupun marah, kecuali yang dibicarakannya itu benar. Beliau adalah orang yang paling banyak tersenyum dan paling gembira hatinya, selama bukan pada waktu turunnya wahyu, saat menyebut hari kiamat atau saat berkhotbah memberikan nasihat.
Suatu hari seorang badui datang dengan maksud bertanya kepada beliau pada saat beliau sedang memikirkan sesuatu. Namun para sahabat mencegahnya seraya berkata, "Wahai orang badui, jangan engkau lakukan, kami melihat Nabi sedang memikirkan sesuatu."
Tapi orang badui itu berkata, "BIarkan saya, demi Zat yang telah mengutusnya dengan membawa kebenaran sebagai Nabi, saya tidak akan membiarkannya dalam kondisi seperti itu, saya akan membuatnya tersenyum."
Lalu orang badui itu bertanya, "Wahai Rasulullah informasi yang sampai kepada kami bahwa al-masih (Dajjal) akan datang kepada manusia dengan membawa tsarid (bubur), tapi mereka semua binasa karena kelaparan. Demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu, menurutmu apakah aku harus menolak buburnya demi memelihara diri dari yang tidak halal hingga aku mati kurus? Ataukah aku makan buburnya hingga kenyang namun tetap beriman kepada Allah dan mengingkari Dajjal"
Mendengar pertanyaan itu, Nabi tertawa hingga nampak gigi gerahamnya. Lalu beliau berkata, "Jangan kau makan, Allah akan mencukupi kebutuhanmu sebagaimana ia mencukupi kebutuhan kaum mukmin."
-dari Ringkasan Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali-

*) Oleh : Ashif Aminulloh Fathnan
*) Sumber : www.eramuslim.com

Jangan Gelapkan Yang Sudah Terang

Habis Gelap Terbitlah Terang. Demikian judul buku yang ditulis oleh Raden Adjeng Kartini, pejuang emansipasi wanita Indonesia. Dan kita tak bisa menutup mata terhadap sejarah yang mencatat perjuangan beliau dalam menempatkan kaum wanita pada hak dan kewajiban yang semestinya.
Jangan gelapkan yang sudah terang. Ini bukanlah judul sebuah buku, tapi mungkin akan dituliskan oleh Kartini bila beliau masih hidup di jaman sekarang, dimana emansipasi banyak disalahartikan, juga disalahtempatkan. Emansipasi sering dipahami sebagai sebuah kebebasan yang seolah tidak ada aturan. Sungguh, kebebasan yang kebablasan.
Atas nama seni dan kebebasan berekspresi, beberapa wanita masa kini rela bahkan ada yang bangga dirinya menjadi objek bahkan pelaku pornografi dan juga pornoaksi. Astaghfirulloh. Jika hari ini R.A. Kartini masih hidup, tentu beliau akan menangis sedih melihat degradasi moral kaumnya yang tragis. Benar-benar membuat miris.
Pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Dalam hal tertentu memang iya, tapi dalam beberapa hal lainnya, tetap ada perbedaan antara pria dan wanita, baik hak maupun kewajibannya.
Dalam hal pendidikan, pria maupun wanita memiliki hak yang sama untuk mendapatkannya. Bahkan Islam bukan hanya memandang ini sebagai hak, tapi kewajiban. Di berbagai riwayat, dapat kita temukan hadist yang menyebutkan kewajiban setiap muslim ( laki-laki dan perempuan ) menuntut ilmu, sejak masih dalam buaian hingga masuk dalam kuburan. Mengapa? Jawabannya ada pada hadist nabi lainnya, "Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR.Bukhari dan Muslim)
Jadi apa yang dulu R.A. Kartini perjuangkan adalah hal yang benar dan mulia. Tidak semestinya kaum wanita diperlakukan beda dalam hal mendapatkan pendidikan. Dan hasil perjuangan beliau sangat dirasakan sekali oleh kaum wanita masa kini. Berbagai prestasi, baik dalam bidang pendidikan maupun pekerjaan bukan lagi mutlak milik kaum pria. Banyak kaum wanita yang mampu menunjukan prestasi cemerlang melebihi laki-laki. Dan ini tidak masalah, tidak pula dilarang.
Yang menjadi masalah adalah ketika ada yang menuntuk haknya ( dengan dalih emansipasi ) tapi melupakan fitrahnya ataupun melalaikan kewajibannya sebagai perempuan.
Apapun prestasi di luar rumah, seorang istri tetap berkewajiban mengurus rumah tangganya. Apapun prestasi akademik yang dimilikinya, seorang istri harus tetap hormat dan patuh pada suami ( sepanjang dalam hal kebaikan dan kebenaran ). Setinggi apapun karir yang diraihnya, seorang ibu bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Seorang anak wajib berbakti pada orang tuanya.
Prestasi dalam pendidikan maupun pekerjaan tidak serta merta merubah fitrah seorang perempuan. Tidak pula menggugurkan kewajibannya terhadap keluarga, masyarakat dan juga negaranya. Emansipasi boleh jadi memberikan hak tapi tidak menghilangkan kewajiban seorang wanita. Ini yang terkadang kurang dipahami dengan baik oleh beberapa wanita masa kini. Bersenjatakan satu kata yaitu emansipasi ditambah lagi hak asasi, mereka beranggapan pria dan wanita sama, dalam segala hal, segala perkara. Tapi anehnya, ketika mereka terpojok, keluarlah senjata pamungkasnya “Saya ini kan wanita, jangan disamakan dengan pria!
Majulah wahai saudari-saudariku, gunakan hak-hakmu untuk meraih mimpi dan cita-citamu tanpa harus mengabaikan fitrahmu, melalaikan kewajibanmu. Kartini, dengan perjuangannya, telah memberikan cahaya terang bagi kaummu, karenanya jangan gelapkan lagi yang sudah terang dengan perilaku burukmu. Kartini berjuang untuk meninggikan derajatmu, mendapatkan hak-hakmu, bukan untuk melawan kodratmu, bukan pula menghapus kewajibanmu. Jagalah terang yang telah Kartini persembahkan agar tetap bercahaya. Jangan biarkan nafsu mengembalikanmu pada kegelapan yang gulita.

*) Penulis : Abi Sabila (Penulis buku Remah-Remah Hikmah)
*) Sumber : eramuslim.com

Dunia Islam

Jum'at sehat

Sabtu Tadarus Quran

Keteladanan

Remaja

 
© Copyright Masjid Al-Ikhlash Kuden 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com | Redesign by Masjid Al-Ikhlash Kuden